AGAMA ISLAM
Disusun Oleh:
Nama : Rian Aditya Putra
NPM : 36412252
Kelas : 2 ID 08
Jurusan :
Teknik Industri
Fakultas :
Teknologi Industri
Mata Kuliah :
Agam Islam
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2013
ASPEK ILMU PENGETAHUAN
DALAM AL-QURAN
Al-Qur’an merupakan pedoman ummat
Islam sebagai kalamullah (firman
Allah) yang mutlak kebenarannya, berlaku sepanjang zaman dan mengandung
ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan
manusia di dunia dan di akhirat kelak. Ajaran dan petunjuk Al-Qur’an tersebut
berkaitan dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh manusia dalam
mengarungi kehidupannya.
Allah) yang mutlak kebenarannya, berlaku sepanjang zaman dan mengandung
ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan
manusia di dunia dan di akhirat kelak. Ajaran dan petunjuk Al-Qur’an tersebut
berkaitan dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh manusia dalam
mengarungi kehidupannya.
Al-Qur’an merupakan kitab suci
yang terbukti tidak akan pernah lekang dimakan oleh zaman. Setelah diturunkan
1400-an tahun yang lalu, tidak satupun redaksinya berubah, semuanya sama persis
seperti aslinya. Bahkan al-Qur’an yang beredar sekarang isinya pun sama seperti
pembukuan al-Qur’an pada zaman khalifah Utsman bin Affan. Al-Qur’an adalah
kitab yang penuh dengan keajaiban, termasuk informasi-informasi yang
menakjubkan tentang ilmu pengetahuan.
Dalam al-Qur’an sendiri telah
memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur’an
dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan,
yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka
membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam
al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal
manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk
tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat. Untuk mengkaji aspek pendidikan dalam
al-Qur’an maka makalah ini sengaja dibuat, dalam makalah ini penulis hanya
memaparkan tentang pengertian pendidikan, istilah-istilah pendidikan dalam
al-Qur’an, hakikat dan prinsip dasar, serta analisis problem di dunia
pendidikan Islam terutama di Indonesia, bagaimana konsep ideal pendidikan
Islam? dan bagaimana realitas pendidikan Islam di Indonesia? serta bagaimana
mewujudkan pendidikan Islam yang bermutu?
Istilah pendidikan bisa ditemukan
dalam al-Qur’an dengan istilah ‘at-Tarbiyah’, ‘at-Ta’lim’, dan ‘at-Tadhib’,
tetapi lebih banyak kita temukan dengan ungkapan kata ‘rabbi’, kata at-Tarbiyah
adalah bentuk masdar dari fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian yang
sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur’an tidak
ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada dengan itu yaitu;
ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebaiknya dalam hadis digunakan
istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang
berbeda-beda.
Penafsiran baru yang dimaksud
merupakan perasaan adanya keperluan untuk melakukan upaya-upaya pembaruan dan
penyesuaian dalam penafsiranAl-Qur’an dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
baru yang lebih baik. Usaha ini merupakan upaya memahami ayat-ayat Al-Qur’an
dengan konteksnya, yaitu situasi dan permasalahan masa kini.
Dengan munculnya berbagai ilmu
pengetahuan dan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan tersebut, baik ilmu
kealaman maupun ilmu sosial menuntut kita agar memahami dan menafsirkan
Al-Qur’an tidak hanya harfiah saja, tetapi haruslah dengan cara pendekatan
teoritis. Objek pengamatan yang sama bisa tampak berbeda, karna perbedaan cara
penglihatan atau perbedaan pendekatan teori yang kita pakai. Hal ini bisa
dimengerti sebab teori tersebut akan membentuk realitas yang diamati. Demikian
halnya ketika kita memahami dan menafsirkan Al-Qur’an yang dianggap sebagai
realitas, sebagai wujud ketentuan-ketentuan tuhan yang pasti dan jelas
tertulis.
Indikasi diatas menunjukkan bahwa
penafsiran akan berbeda apabila pendekatan dan teori yang digunakan berbeda.
Hasil penafsiran menggunakan paradigma ilmiah tidaklah sama dengan hasil
penafsiran secara harfiah. Untuk itu, penafsiran Al-Qur’an yang banyak
melibatkan disiplin ilmu pengetahuan akan menghasilkan teori-teori baru dari
realitas Al-Qur’an. Dengan realitas ini, objek pengamatan yang terdapat dalam
masyarakat dapat diamati secara lebih konstektual dan menghasilkan
penjelasan-penjelasan yang lebih bisa diterima, baik yang berhubungan dengan
peristiwa sejarah masa lampau maupun keadaan sekarang.
Penafsiran terhadap Al-Qur’an
tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa akan mencul tafsiran baru sesuai
dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Hal ini relevan dengan
karakteristik Al-Qur’an itu sendiri yang mengandung berita masa silam dan
keadaan masa depan. Dengan melakukan penelitian dan pengamatan terhadap
isyarat-isyarat Al-Qur’an akan membuka tabir rahasia-rahasia yang belum
tersentuh oleh generasi sebelumnya. Hakikat ayat sebagai simbol wahyu yang
tampak dan tersurat tidak dapat dipisahkan dengan sesuatu yang tersirat. Oleh
sebab itu, Al-Qur’an sendiri memperkenalkan konsep tafsir dan ta’wil.
Para ulama berbeda pendapat
tentang tafsir dan ta’wil. Bagi ulama mutaqaddimin, pengertian ta’wil sama
dengan pengertian tafsir. Pendapat seperti ini dikemukakan oleh Abu Ubaidah. Mujahid dan Ibnu jarir al-Thabari jaga
menyamakan maksud tafsir dengan ta’wil.
Pendapat yang telah diuraikan di
atas ditolak oleh ulama lain yang mempertegas bahwa antara ta’wil dan tafsir
terdapat perbedaan yang jelas. Pendapat yang terakhir ini lebih populer
dikalangan ulama mutaakhirin. Sebut saja di antaranya al-Raghib al-Ashfahani.
Menurutnya, tafsir mempunyai pengertian lebih umum dan lebih banyak
dipergunakan untuk memahafi lafadz-lafadz dan kosa kata dalam kitab-kitab yang
diturunkan oleh Allah dan kitab-kitab lainnya. Sedangkan ta’wil lebih
banyak dipergunakan untuk mengungkap makna-makna dan kalimat-kalimat
kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
Hakekat/nilai merupakan esensi
yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Nilai
bersifat praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga
secara objektif didalam masyrakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah
sebagai suatu cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu yang
bersifat khayal .
Dari beberapa pengertian diatas
bisa ditarik kesimpulan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah; proses
transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam pada
peserta didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk
mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Sehingga
dapat dijabarkan pada enam pokok pikiran hakekat pendidikan Islam yaitu;
1.
Proses tranformasi dan internalisasi, yaitu
upaya pendidikan Isla harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan
Istiqomah, penanaman nilai/ilmu, pengarahan, pengajaran dan pembimbingan kepada
anak didik dilakukan secara terencana, sistematis dan terstuktur dengan
menggunakan pola, pendekatan dan metode/sistem tertentu.
2.
Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya
yang diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam,
dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan pola
hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum minannas) dan
hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
3.
Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai
yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan
Ilahiyah. Yaitu:
a.
nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah
sebanyak 99 yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah
yang sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah
yang harus dikembangkan.
b.
Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah,
yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini merupakan nilai
yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang tumbuh sesuai
dengan kebutuhan manusia.
4.
Pada diri peserta didik, maksudnya pendidikan
ini diberikian kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi rohani.
Potensi ini memmungkinkan manusia untuk dididik dan selanjutnya juga bisa
mendidik.
5.
Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi
fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan,
memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah
kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
6.
Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan hidup,
dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu mengoptimalkan
potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, dunia dan
akherat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan peserta didik bahagia
dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.
SUMBER REFERENSI
Thanks bro