ILMU SOSIAL DASAR
Disusun Oleh:
Nama :
Rian Aditya Putra
NPM :
36412252
Kelas :
2 ID 08
Mata Kuliah :
Ilmu Sosial Dasar
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG
HAK ASASI MANUSIA
Kasus
Hak Asasi Manusia
TEMPO.CO, Jakarta -
Polisi menerima laporan kekerasan terhadap anak di Depok, Jawa Barat. MH, 8
tahun, dilaporkan sering dianiaya kedua orang tuanya dan memutuskan untuk kabur
dari rumah, pekan lalu.
"Sudah diterima laporannya di
Polres Depok Jumat kemarin," ujar juru bicara Polda Metro Jaya, Kombes
Rikwanto, Senin, 26 Agustus 2013. Rikwanto menyatakan, laporan diterima polisi
setelah beberapa saksi melihat korban linglung usai dianiaya kedua orang
tuanya.
Saksi yang menemukan korban di
sebuah pusat perbelanjaan di Depok, mendapat cerita korban sering dipukul
menggunakan bambu oleh ayahnya. Polisi bergerak cepat. Mereka mendatangi rumah
korban dan menyita bambu yang diduga digunakan untuk memukul korban.
Dari tubuh korban terlihat bekas
kekerasan, seperti memar di punggung akibat pukulan dan luka ringan di telinga
akibat sering mendapat jeweran.
Namun, hingga kini kedua pelaku, SA
(40 tahun) dan D (38 tahun), tidak ditahan. Alasannya, pelaku masih memiliki
tanggungan anak yang lain. "Ada empat anak, paling besar 12 tahun,"
ujar Rikwanto.
Proses hukum kasus ini masih
berjalan. Korban MH kini tinggal di tempat perlindungan kasus kekerasan anak.
Bila terbukti bermasalah, kedua orang tua korban terancam pidana tiga setengah
tahun karena melanggar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Pasal Yang Menyangkut Kasus di Atas
Dibandingkan anak yang menjadi
korban tindak penelantaran, anak korban kekerasan sering kali kurang memperoleh
perhatian publik secara serius karena penderitaan yang dialami korban dianggap
tidak sedramatis sebagaimana layaknya anak-anak yang ditelantarkan.
Kekerasan seringkali diidentikkan
dengan kekerasan kasat mata, seperti kekerasan fisikal dan seksual. Padahal
kekerasan yang bersifat psikis dan sosial (struktural) juga membawa dampak
buruk dan permanen terhadap anak. Istilah (child abuse) atau perlakuan salah
terhadap anak bisa terentang mulai yang bersifat fisik (physical abuse) hingga
seksual (sexual abuse), dari yang bermatra psikis (mental abuse) hingga sosial
(social abuse) yang berdimensi kekerasan struktural.
Perlindungan anak diatur secara khusus
(lex specialis) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No 23
Tahun 2002, berbeda dengan tindak pidana pada umumnya. Mengacu pada
permasalahan tersebut, objek kajian dalam penelitian ini adalah Undang-Undang
No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sementara jenis penelitian penulis
gunakan penelitian pustaka (library reseach), bersifaf deskriptif analitik
yakni mengurai dan menggambarkan perlindungan hukum bagi anak korban kekerasan
agar mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, pendekatan yang digunakan
pendekatan normatif yuridis, sedangkan metode yang dipakai metode analisa
induktif, melihat pengertian kekerasan anak dalam kasus ini berbeda dengan
kekerasan pada umumnya Lahirnya UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
disetujui DPR RI tanggal 23 September 2002, memberi perlindungan hukum terhadap
anak secara yuridis. Pokok bahasan pada penulisan ini adalah: bagaimana
pandangan serta sanksi pidana terhadap pelaku kekerasan anak, menurut hukum
Islam dan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?.Dari pembahasan yang
telah penulis lakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Hukum Islam memandang
tindakan kekerasan anak sebagai tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam,
serta dikategorikan sebagai tindak pidana yang berakibat dapat dipidana dengan
sanksi hukum.
Berdasarkan pada hukum ta'zir. Yang
ketentuan putusan hukumannya diserahkan kepada kebijaksanaan pihak penguasa
atau hakim. 2. UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memandang tindakan
kekerasan anak sebagai tindakan pelanggaran hukum yang berakibat dapat dipidana
dengan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak lebih khususnya dalam Pasal 80.
Kesimpulan
Dibandingkan anak yang menjadi
korban tindak penelantaran, anak korban kekerasan sering kali kurang memperoleh
perhatian publik secara serius karena penderitaan yang dialami korban dianggap
tidak sedramatis sebagaimana layaknya anak-anak yang ditelantarkan.
Kekerasan seringkali diidentikkan
dengan kekerasan kasat mata, seperti kekerasan fisikal dan seksual. Padahal
kekerasan yang bersifat psikis dan sosial (struktural) juga membawa dampak
buruk dan permanen terhadap anak. Istilah (child abuse) atau perlakuan salah
terhadap anak bisa terentang mulai yang bersifat fisik (physical abuse) hingga
seksual (sexual abuse), dari yang bermatra psikis (mental abuse) hingga sosial
(social abuse) yang berdimensi kekerasan struktural.
HAM adalah hak-hak dasar yang
dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai
keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa
Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara
HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk
pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu
instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus
mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita
juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan
dinjak-injak oleh orang lain.Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu
menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain.
Sumber Referensi